Perbedaan Perusahaan Tradisional vs Inovator
Jakarta - Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Symantec, ditemukan dua tipe perusahaan yakni inovator dan tradisional.
Perusahaan yang mengusung tipe inovator tentunya selalu berusaha mengaplikasikan teknologi terbaru untuk menyokong bisnisnya. Berbeda dengan perusahaan bertipe tradisional, yang cenderung memilih bertahan dengan sistem lawas meski arus teknologi informasi berkembang kian cepat.
Salah satu hal yang coba dijalankan oleh perusahaan inovator adalah konsep mobility. Dimana pelaku bisnis menjalankan bisnisnya secara mobile menggunakan perangkat mobile di manapun tanpa harus datang ke kantor.
Namun konsep mobility bukannya tanpa risiko karena dengan menggunakan akses mobile tentunya keamanan data yang diakses lebih rentan dibanding mengaksesnya langsung dari dalam jaringan kantor.
Itulah yang menjadi alasan terkuat perusahaan tipe tradisional untuk tetap bertahan dalam arus teknologi yang masif saat ini. Keamanan data diyakini jauh lebih aman bila tetap berada dalam lingkup perusahaan.
Meski berpotensi memiliki risiko, namun perusahaan inovator ternyata mendapatkan lebih banyak benefit dan pertumbuhan yang lebih cepat ketimbang perusahaan tradisional yang pertumbuhannya cenderung lambat.
"Saat ini semakin banyak perusahaan di Indonesia yang memandang mobilitas sebagai alat untuk meningkatkan produktivitas dan bahwa manfaatnya lebih banyak dibandingkan resikonya," ucap Marie Petterson, Manajer Senior Product Marketing untuk Mobile dan Security Symantec Asia Pasifik Jepang di Grand Hyatt, Jakarta.
Menurut survei Symantec juga dijelaskan bahwa kedua tipe perusahaan tersebut memperoleh manfaat dan risiko mobilitas yang tentunya berbeda.
Secara global dikatakan perusahaan inovator yang berpendapat resiko yang terjadi juga mampu menghasilkan keuntungan presentasenya mencapai 65 persen. Sedangkan perusahaan tradisional yang berpendapat risiko tidak layak diperoleh untuk mendapatkan keuntungan presentasenya 34 persen.
Lebih jauh dijelaskan, perusahaan inovator cenderung menjalankan aplikasi bisnis melalui perangkat mobile, yang mana 86 persen di antaranya menyarankan penggunaan aplikasi mobile bagi pekerjanya.
Menariknya, 91 persen perusahaan di Indonesia telah menyarankan penggunaan aplikasi bisnis kepada pekerja. Sedangkan 60 persen perusahaan di Indonesia telah mengandalkan teknologi untuk menerapkan kebijakan berbasis mobile pada perusahaannya.
Yang lebih penting lagi, hasil survei Symantec mengatakan secara global perusahaan inovator memperoleh pertumbuhan penghasilan 50 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan perusahaan tradisional.
Sedangkan perusahaan di Indonesia menunjukkan pertumbuhan penghasilan sebesar 42 persen. Dengan kata lain pertumbuhan pendapatan perusahaan inovator menunjukkan hasil yang cenderung positif.
"Perbedaan dalam sikap dan hasil yang diperoleh oleh perusahaan yang secara aktif menjalankan bisnis berbasis mobile dengan perusahaan yang masih enggan mengadopsinya, menunjukkan perbedaan yang lumayan signifikan," lanjut Marie.
Survei yang disebut State of Mobility Symantec 2013 tersebut menggambarkan partisipasi 3.326 perusahaan dari 29 negara yang ikut serta. Responden yang ikut serta didomimasi oleh individu yang bertugas di bidang teknologi informasi, baik staf senior maupun teknisi di perusahaan UKM.
Sedangkan perusahaan yang ditempati oleh responden memiliki 5 hingga 5.000 pekerja. Di Indonesia sendiri, sekitar 100 perusahaan yang mengikuti survei yang dilakukan oleh Symantec tersebut.
inet.detik.com